Penalaan Parameter Pengendali PID untuk Pengendalian
Kecepatan Motor Arus Searah Menggunakan Metode Algoritma
Genetika dan Jaringan Syaraf Tiruan
Metodologi Penelitian [Kembali]
Jika dilihat pada Gambar 2, maka langkah yang pertama dalam algoritma genetika adalah inisialisasi populasi yang bertujuan untuk membangkitkan sebuah populasi yang terdiri dari beberapa kromosom yang terdiri atas beberapa gen. Pada tahap ini, ditentukan ukuran populasi yang diinginkan (population size), merupakan sebuah matrik dua dimensi berukuran banyaknya kromosom dalam populasi x banyaknya gen dalam suatu kromosom. Pada paper ini akan digunakan beberapa ukuran populasi yang berbeda, yaitu 20, 50, 70, 90, dan 100. Setelah menentukan inisialisasi populasi awal, maka masing-masing kromosom yang ada dalam populasi tersebut akan dikodekan menurut banyaknya variabel yang digunakan. Dalam hal ini terdapat tiga buah variabel, yaitu x(1), x(2) dan x(3) yang menggantikan parameter pada PID. Kemudian dilakukan teknik pengkodean terdiri dari proses encoding dan decoding, meliputi penyandian gen dari kromosom, dimana satu gen biasanya mewakili satu variabel. Gen dapat direpresentasikan dalam bentuk string bit, bilangan real, daftar aturan, elemen permutasi, elemen program atau representasi lainnya yang dapat diimplementasikan untuk operator logika. Setelah itu, ditentukan nilai fitness dan fungsi aktivasi. Fungsi fitness ini terdiri dari parameter-parameter optimasi, sebelum dapat dihitung maka setiap parameter harus dihitung dalam nilai aktualnya. Nilai fitness tidak diperbolehkan bernilai negatif (Sait & Youssef, 2000) F(.) = F(P1,P2,…,Pn) (1) Sedangkan fungsi evaluasi ditentukan apa yang hendak dicapai, pada umumnya fungsi evaluasi berguna untuk memaksimalkan atau meminimalkan suatu objektif permasalahan. Persamaan fungsi evaluasi dapat ditulis dalam persamaan 2 berikut : F(.) = min or max [F(P1,P2,…,Pn)] (2) Selanjutnya sampai pada tahap seleksi. Pada tahapan ini digunakan model Seleksi Stocastic Uniform. Di dalam metode Stocastic Uniform ini, individu yang ada digambarkan pada segmen garis yang susunannya harus berurutan. Pada segmen garis tersebut akan ada sejumlah pointer dimana jumlahnya sama dengan jumlah individu yang ingin dilakukan proses seleksi pada segmen tersebut. Jika diketahui N merupakan jumlah individu yang akan dipilih sesuai dengan standar tertentu, maka jarak antar pointer pada segmen tersebut adalah 1/N sedangkan proses pengacakan dilakukan pada posisi pointer yang pertama dengan nilai range [0,1/N]. Tahap berikutnya adalah pindah silang (crossover) yang merupakan operator utama dalam menjalankan algoritma genetika dimana dalam operasinya, operator ini bekerja pada dua kromosom dalam suatu waktu. Kombinasi kedua kromosom ini akan membentuk offspring. Kromosom offspring atau sering disebut dengan kromosom anak terbentuk dan akan mewarisi sebagian sifat kromosom induknya. Sebagai tahap akhir, proses mutasi merupakan tahapan penting karena peranannya dalam menggantikan gen yang hilang disebabkan karena proses seleksi. Proses seleksi ini akan memungkinkan gen yang tidak muncul pada saat inisialisasi populasi. Proses mutasi ini dapat dilakukan pada semua gen yang ada dengan probabilitas tertentu. Hasil akhirnya dari proses mutase ini adalah adanya solusi yang optimum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Nilai optimum yang dihasilkan oleh metode algoritma genetika ini merupakan parameter Kp, Ki dan Kd dari pengendali PID. Sedangkan masukan dari metode Algoritma Genetika ini hasil dari pelatihan yang dilakukan oleh jaringan syaraf tiruan. Jaringan Syarat Tiruan ini merupakan salah satu metode cerdas yang saat ini paling banyak digunakan karena salah satu kelebihannya yaitu mampu bekerja pada sistem yang memiliki sifat nonlinier tinggi serta mampu untuk meniru perilaku dari sistem otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Pada paper ini, algoritma pembelajaran yang dipergunakan yaitu Backpropagation Neural Network (BPNN). Algoritma BPNN ini popular karena kemampuannya dalam mempelajari pemetaan multidimensional yang rumit pada sistem nonlinier dan sering disebut dengan “beyond regression”(Hecht-Nielsen, 1988; Rojas & Rojas, 2011). Algoritma ini menggunakan error output untuk mengubah nilai bobotnya dalam arah mundur. Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju harus dikerjakan lebih dahulu. Fungsi aktivasi yang sering digunakan adalah fungsi aktivasi sigmoid. Adapun arsitektur dari BPNN yang digunakan pada paper ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut :
Dimana zinm merupakan nilai yang masuk pada hidden layer, vnm adalah bobot antara input dan hidden layer, vom yaitu nilai threshold, zm adalah keluaran dari hidden layer, f1 dan f2 adalah fungsi aktivasi yin1 merupakan masukan pada output layer, y1 adalah keluaran dari output layer. Adapun nilai galat yang dari sistem ini seperti pada persamaan 7 berikut ini :
Sedangkan obyek dari penelitian ini yaitu motor arus searah yang akan dikendalikan kecepatannya. Motor arus searah memerlukan sumber tegangan yang searah pada kumparan medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Kumparan medan pada motor arus searah disebut stator ( bagian yang tidak berputar ) dan kumparan jangkar disebut rotor ( bagian yang berputar ). Jika terjadi putaran pada kumparan jangkar dalam pada medan magnet, maka akan timbul tegangan yang berubah-ubah arah pada setiap setengah putaran. Motor Arus Searah yang digunakan pada penulisan ini adalah jenis motor DC pengontrolan jangkar Adapun prinsip kerja motor arus searah ini seperti terlihat pada Gambar 4 berikut ini
Pada motor Arus searah ini seperti pada Gambar 4, daerah kumparan medan yang dialiri arus listrik akan menghasilkan medan magnet yang melingkupi kumparan jangkar dengan arah tertentu. Konversi dari energi listrik menjadi energi mekanik maupun sebaliknya berlangsung melalui medan magnet. Agar proses perubahan energi mekanik dapat berlangsung secara sempurna, maka tegangan sumber harus lebih besar daripada tegangan gerak yang disebabkan reaksi lawan. Dengan memberi arus pada kumparan jangkar yang dilindungi oleh medan maka menimbulkan perputaran pada motor. Torsi yang dihasilkan motor adalah berbanding lurus dengan hasil kali dari arus jangkar 𝑖𝑎 (𝑡) dan fluks celah udara 𝜑, yang berbanding lurus dengan arus medan(K. Ogata, 2002),
Penelitian ini dilakukan melakukan simulasi terhadap plant yang diambil yakni sebuah Motor Arus Searah terkendali Jangkar Merk U.S. Electrical Motors Type Dripproof dengan spesifikasi seperti pada Tabel 2 berikut ini (Thomas & Poongodi, 2009).
Dengan data tersebut maka dilakukan pengujian untuk mencari parameter pengendali PID dengan menggunakan metode Ziegler Nichols dan didapatkan nilai Kp sebesar 1.15476, Ki sebesar 25.213, Kd sebesar 0.01322. Kemudian dilakukan pengujian dengan mengimplementasikan nilai parameter yang didapat tersebut, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5 berikut3.1 Pengujian 1
Pada subplot 3 grafik kawasan nilai fitnes untuk masing-masing individu pada generasi terakhir. Terlihat bahwa nilai fitnes terbanyak terdapat pada kawasan dibawah 3, yaitu 40 individu. Selain itu, nilai fitnes masing-masing individu pada generasi ke 51 ditunjukkan oleh subplot 4. Dengan menggunakan hasil Kp, Ki dan Kd diatas, menghasilkan respon seperti pada Gambar 9 berikut
Dengan menggunakan hasil Kp, Ki dan Kd diatas, responnya terlihat seperti pada Gambar 11 berikut
Seperti yang terlihat pada pengujian sebelumnya untuk populasi 90, respon sistem juga tidak memiliki overshot, settling time sebesar 0.418 detik. Ini merupakan hasil yang lebih baik dari ketiga pengujian sebelumnya, termasuk hasil yang diberikan oleh metode Zieger-Nichols, dimana sistem mencapai kondisi stabil pada waktu 0.458 detik. Sedangkan rise time 10-90% sebesar 0.18461 detik. Meskipun menunjukkan grafik respon yang lebih baik, namun indeks performasi sistemnya tidak lebih baik daripada pengujian sebelumnya. Oleh karena itu, pada pengujian selanjutnya, jumlah populasi akan kembali diperbanyak.3.4 Pengujian 4
Pada pengujian ini, digunakan populasi yang berukuran 100. Hasil dari proses iterasi dapat dilihat pada Gambar 12. Masing-masing parameter PID terdapat pada subplot 2, dimana Kp bernilai 1.0309, Ki bernilai 25.9346 dan Kd bernilai 0.0186. Sedangkan subplot 1 menunjukkan nilai fitnes terbaik, yaitu 0.22443 pada generasi ke 64, dengan nilai fitnes ratarata 11.6918. Dapat dilihat bahwa indeks performasi sistem pada pengujian ini merupakan indeks performasi terbaik.
Pada subplot 3 grafik kawasan nilai fitnes untuk masing-masing individu pada generasi terakhir. Terlihat bahwa nilai fitnes terbanyak terdapat pada kawasan dibawah 10, yaitu lebih dari 70 individu. Selain itu, nilai fitnes masing-masing individu pada generasi ke 64 ditunjukkan oleh subplot 4. Dengan menggunakan hasil Kp, Ki dan Kd diatas, respon yang didapatkan yaitu
Untuk ukuran populasi 100 seperti pada Gambar 13, respon sistem yang dihasilkan juga tidak memiliki overshot, tidak memiliki peak time, settling time 0.345 detik, dan rise time 10- 90% sebesar 0.10977 detik. Pada pengujian terakhir ini, selain indeks performasi yang semakin baik, respon sistemnya juga merupakan yang terbaik dari keempat pengujian dengan Algoritma Genetika.
Berdasarkan pada Gambar 14, hasil respon menunjukkan bahwa metode Algoritma Genetika dan jaringan syaraf tiruan telah dapat digunakan untuk menentukan parameter Kp, Ki, dan Kd pada pengendali PID dengan sangat baik. Hal ini memberikan pilihan lain bagi kita dalam mengoptimalkan besarnya ketiga parameter tersebut, terutama untuk sistem dengan orde tinggi. Karena pada sistem orde tinggi, jika menggunakan metode ZieglerNichols, kita akan menemui kesulitan dalam menentukan Ku dan Ki awal untuk menghasilkan respon sistem yang berisolasi dengan magnitude tetap. Hal ini dapat menghabiskan waktu yang banyak, tidak demikian jika kita menggunakan metode optimasi Algoritma Genetika. Jika dilihat pada Gambar 14 maka parameter pengendali yang didapatkan pada pengujian 4 dengan jumlah populasi 100 didapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan metode Ziegler-Nichols. Untuk settling time didapatkan 0.345 detik dibandingkan metode Ziegler-Nichols sebesar 0.458 detik. Rise time 10-90% sebesar 0.10977 detik, ini lebih baik dibandingkan dengan metode Ziegler-Nichols sebesar 0.11096 detik. Hasil respon dapat diperbaiki dengan menambah jumlah populasi.
Pada paper ini penalaan parameter pengendali PID telah dapat dilakukan dengan metode lain selain Ziegler-Nichols yaitu dengan metode Jaringan Syaraf Tiruan yang dikombinasikan dengan Algoritma Genetika. Jaringan Syaraf Tiruan dapat digunakan untuk menentukan peluang mutasi dan peluang crossover pada metode Algoritma Genetika. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil terbaik ditunjukkan pada pengujian 4 dengan ukuran populasi 100, dimana settling time pada waktu 0.345 detik dan rise time yang dicapai yaitu 0.10977 detik. Hal ini sedikit lebih baik dibandingkan dengan metode Ziegler-Nichols yakni settling time didapatkan 0.458 detik. Rise time sebesar 0.11096 detik. Penelitian yang akan dilakukan pada masa yang akan datang yaitu pemanfaatan metode ini pada beberapa aplikasi.
- García-Martínez, C., Rodriguez, F. J., & Lozano, M. (2018). Genetic algorithms. In Handbook of Heuristics. https://doi.org/10.1007/978-3-319- 07124-4_28
- Goldberg, Y. (2016). A primer on neural network models for natural language processing. Journal of Artificial Intelligence Research. https://doi.org/10.1613/jair.4992
- Hecht-Nielsen, R. (1988). Theory of the backpropagation neural network. Neural Networks. https://doi.org/10.1016/0893- 6080(88)90469-8
- Heryanto, M. A., Suprijono, H., Suprapto, B. Y., & Kusumoputro, B. (2017). Attitude and altitude control of a quadcopter using neural network based direct inverse control scheme. Advanced Science Letters. https://doi.org/10.1166/asl.2017.8328
- K. Ogata. (2002). Modern Control Engineering. Control Engineering. https://doi.org/10.1109/TAC.1972.110 0013
- Kalash, M., Rochan, M., Mohammed, N., Bruce, N. D. B., Wang, Y., & Iqbal, F. (2018). Malware Classification with Deep Convolutional Neural Networks. In 2018 9th IFIP International Conference on New Technologies, Mobility and Security, NTMS 2018 - Proceedings. https://doi.org/10.1109/NTMS.2018.83 28749
- Rojas, R., & Rojas, R. (2011). The Backpropagation Algorithm. In Neural Networks. https://doi.org/10.1007/978- 3-642-61068-4_7
- Sait, S. M., & Youssef, H. (2000). Iterative computer algorithms with applications in engineering: solving combinatorial optimization problems. the IEEE Computer Society. Los Alamitos.
- Suprapto, B. Y., Heryanto, M. A., Suprijono, H., & Kusumoputro, B. (2017). Altitude Control of Heavy-Lift Hexacopter using Direct Inverse Control Based on Elman Recurrent Neural Network. In Proceedings of the 8th International Conference on Computer Modeling and Simulation - ICCMS ’17 (pp. 135–140). https://doi.org/10.1145/3036331.3036 354
- Suprapto, B. Y., & Sariman, D. (2012). Metode Algoritma Genetika dengan Sistem Fuzzy Logic untuk Penentuan Parameter Pengendali PID. Jurnal Rekayasa Elektrika. https://doi.org/10.17529/jre.v10i1.147
- Thomas, N., & Poongodi, D. P. (2009). Position control of DC motor using genetic algorithm based PID controller. In Proceedings of the World Congress on Engineering (Vol. 2, pp. 1–3)
Metode Ziegler-Nichols
Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar 11 memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%.Metode Kurva Reaksi
Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant sebagai untaian terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 12). Kalau plant minimal tidak mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S. Gambar 13 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plantt yang memiliki pole kompleks.Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu tunda T. Dari gambar 13 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L. Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.
Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler dan Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 1 merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Metode Osilasi
Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial dengan kontroller PID. Semula parameter parameter integrator disetel tak berhingga dan parameter diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap. Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi sistem harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain oscillation) (Guterus, 1994, 9-9). Gambar 14 menunjukkan rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate period Tu (Perdikaris, 1991, 433). Gambar 15 menggambarkan kurva reaksi untaian terttutup ketika berosilasi.
Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen, Ku dan Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan Td berdasarkan rumus yang diperlihatkan pada Tabel 2.
|
|
|
|
|
0,5.Ku | ||
|
0,45.Ku | 1/2 Pu | |
|
0,6.Ku | 0,5 Pu | 0,125 Pu |
Metode Quarter - decay
Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplituda tetap, Cohen-coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode quarter amplitude decay. Tanggapan untaian tertutup sistem, pada metode ini, dibuat sehingga respon berbentuk quarter amplitude decay (Guterus, 1994, 9-13). Quarter amplitude decay didefinisikan sebagai respon transien yang amplitudanya dalam periode pertama memiliki perbandingan sebesar seperempat (1/4) (Perdikaris, 1991, 434).Kontroler proportional Kp ditala hingga diperoleh tanggapan quarter amplitude decay, periode pada saat tanggapan ini disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan (Perdikaris, 434, 1990). Sedangkan penalaan parameter kontroler PID adalah sama dengan yang digunakan pada metode Ziegler-Nichols (lihat tabel 1 - untuk metode kurva reaksi dan tabel 2 untuk metode osilasi).
Mencari nilai Kp, Ki, dan Kd Menggunakan Metode Ziegler-Nichols I[Kembali]
Transfer Function[Kembali]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar